Kontinyuitas
Editing
Editor
adalah seseorang yang melakukan penyuntingan gambar pada saat paska produksi.
Jadi editor, bekerja setelah proses produksi selesai. Namun kini, editor sudah
dilibatkan bahkan sebelum produksi dimulai. Oleh produser dan sutradara, editor
diminta untuk memaparkan konsep editing apakah yang akan digunakan pada saat
nanti akan melakukan penyuntingan gambar. Sebelum memaparkan konsep editing
pada film yang akan dieditnya, seorang editor harus memahami teori editing.
Editing atau menyunting adalah
tehnik penggabungan beberapa shot tunggal menjadi satu kesatuan cerita yang
utuh. Editor menyusun shot-shot tersebut sehingga menjadi sebuah scene,
kemudian dari penyusunan scene-scene tersebut akan tercipta sequence sehingga
pada akhirnya akan tercipta sebuah film yang utuh. Seperti yang sudah saya
jelaskan pada artikel sebelumnya, yang dinamakan satu shot yakni dari mulai
perekaman (ketika cameraman menekan tombol start) sampai perekaman itu dihentikan,
yakni sampai cameraman menekan tombol stop, tanpa interupsi. Sedangkan scene
artinya adalah adegan, yakni satu adegan dalam satu tempat atau lokasi serta
waktu yang sama. Dan sequence merupakan kumpulan dari beberapa scene, atau bisa
juga satu sequence merupakan satu scene juga.
Hal yang paling esensi atau mendasar
yang dilakukan seorang editor ketika menyunting gambar adalah bagaimana agar
cerita dalam film tersebut bisa dipahami oleh penonton. Ini berarti berkaitan
dengan telling the story, bagaimana editor menceritakan kembali cerita
yang sudah ditulis oleh seorang script writer serta serta divisualkan
oleh seorang sutradara. Editor membangun rangkaian shot-shot ini menjadi satu
kesatuan cerita yang berkesinambungan. Teori ini dinamakan editing
continuity, kontinyuitas editing ini berkaitan dengan kontinyuitas
pemotongan gambar atau cutting to continuity.
Editing Continuity
Metode editing continuity merupakan
konsep editing cukup populer di kalangan editor, disadari atau tidak bahkan
banyak dilakukan oleh editor yang belajar dengan otodidak sekalipun. Secara
sederhana konsep editing dibagi dua yakni visible cutting dan invisible
cutting. Editing continuity masuk pada kategori invisible cutting. Dengan
invisible cutting, penonton tidak “melihat” atau merasakan adanya
sambungan antar shot. Inilah dasar konsep editing continuity, selain cutting
untuk melanjutkan cerita juga bagaimana agar ada kesinambungan/matching antar
shot. Match atau kesinambungan antar shot inilah yang ditemukan oleh para leluhur
film editing semisal Edwin S. Porter serta Pudkovin yang
melanjutkan kiprah G.W. Griffith sebelumnya. Dia menemukan formula agar
terjadi kesinambungan antar shot. Teori ini dinamakan three match cut,
yakni:
- Matching The Look
- Matching The Position
- Matching The Movement
Matching The Look
Ini berkaitan dengan ruang dan
bentuk, shot yang satu disambungkan ke shot berikutnya dengan memperhatikan
bentuk dan ruang. Ketika bentuk atau ruang tidak memiliki kesamaan, maka hampir
dipastikan sambungan tersebut akan terlihat. Dan ini yang dinamakan jumping,
sambungan menjadi visible atau terlihat.
Matching The Position
Kesinambungan secara posisi antara
shot sebelum dengan shot sesudahnya. Editor harus melihat apakah msalnya posisi
subyek pada satu shot terdapat kesamaan dengan shot berikutnya atau tidak. Jika
tidak ada kesamaan maka sambungan antar shot akan terganggu, ini artinya
sambungan tersebut tidak match, tidak cocok.
Matching The Movement
Sambungan satu shot dengan shot
berikutnya dilakukan jika ada kesinambungan secara pergerakannya. Yang dimaksud
pergerakkan di sini yakni pergerakkan subyek, pergerakkan kamera, atau
pergerakkan kedua-duanya.
Pada intinya, dengan memahami kaidah
three match cut di atas maka penonton secara tidak sadar akan merasakan
kesinambungan cerita, penonton tidak akan merasakan adanya cut atau sambungan
antar shot. Agar setiap sambungan dibuat sehalus mungkin, usahakan agar ketika
melakukan penyuntingan gambar posisikan editor sebagai penonton, demikian saran
Sastha Sunu seorang Senior Film Editor yang juga diamini Cesa David
dalam satu diskusi di EDL (Editor Discussion League). EDL merupakan diskusi
yang terbuka untuk umum yang dimotori oleh AEI (Asossiasi Editor Indonesia),
sayangnya diskusi ini sudah lama belum diselenggarakan lagi. AEI dinaungi oleh Board
of Director terdiri dari Sastha Sunu, Aline Jusria, Ahsan Adrian, Diki
Umbara,W. Ichwandiardono, Andhy Pulung, dan Chandra Sulistiyanto
Teori Lainnya
Hemmm….jadi editing itu ada teorinya
ya? Yup tentu saja, dengan berbekal teori ini akan memudahkan editor bagaimana
merangkai shot-shot menjadi satu rangkaian cerita yang bisa merekontruksi emosi
penonton. Masih banyak lagi teori editing lainnya, misalnya tentang juxtaposition
yakni tentang penempatan posisi shot, itu akan berpengaruh pada cerita yang
dibangun oleh editor. Ada juga aliran atau teori Montange atau biasa
juga disebut Sovyet Montage. Yang ini tidak kalah seru, menurut teori
ini ketika shot A digabung dengan shot B, belum tentu
menghasilkan cerita shot A + shot B tapi menjadi cerita shot C.
Lainnya ada teori New Wave, Andre Bazin, serta Lev Kuleshov.
Menarik bukan? tentang teori yang lain akan saya bahas di serial artikel
editing berikutnya.
0 komentar:
Post a Comment